Pemerintah Tegaskan Redenominasi Rupiah Belum Akan Diterapkan dalam Waktu Dekat
Jakarta, 10 November 2025 — Rencana redenominasi rupiah atau penyederhanaan angka nol pada pecahan mata uang kembali menjadi sorotan publik. Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan kebijakan tersebut belum akan diberlakukan dalam waktu dekat.
Menurut Purbaya, redenominasi merupakan langkah besar yang harus dipersiapkan secara matang dan menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter.
“Redenominasi itu ranah bank sentral, bukan Kementerian Keuangan. Jadi penerapannya akan dilakukan jika memang dibutuhkan, tapi bukan sekarang atau tahun depan,” ujar Purbaya di Surabaya, Senin (10/11/2025).
Purbaya menekankan, pemerintah tidak ingin terburu-buru menjalankan kebijakan yang menyangkut persepsi publik terhadap mata uang nasional. Ia juga menampik anggapan bahwa langkah tersebut sudah masuk tahap pelaksanaan.
“Saya tidak bisa memastikan kapan waktunya. Itu bukan keputusan Kemenkeu, jadi jangan salah alamat,” kata Purbaya sambil berkelakar.
Bank Indonesia: Redenominasi Bukan Devaluasi
Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia menjelaskan bahwa redenominasi tidak sama dengan pemotongan nilai uang (devaluasi). Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyebut langkah ini bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit dalam pecahan rupiah tanpa mengubah daya beli masyarakat.
“Nilai rupiah tetap sama, hanya nominalnya disederhanakan. Ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan efisiensi transaksi dan memperkuat kredibilitas mata uang nasional,” jelas Denny.
Ia menambahkan, BI akan memastikan proses redenominasi dilakukan secara bertahap dengan koordinasi lintas lembaga, agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat atau gangguan dalam sistem keuangan.
Pandangan Pengamat: Redenominasi Bisa Jadi Instrumen Politik-Ekonomi
Ekonom sekaligus pengamat komoditas Ibrahim Assuaibi menilai rencana redenominasi tidak sekadar kebijakan teknis, tetapi juga bisa menjadi strategi politik-ekonomi. Ia menyebut pemangkasan nol pada rupiah dapat meningkatkan transparansi peredaran uang dan menekan aktivitas ilegal.
“Redenominasi bisa menjadi momentum untuk membersihkan uang gelap dan memperbaiki sistem keuangan nasional. Dengan mengurangi tiga angka nol, pengawasan uang akan lebih mudah,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, pemerintahan saat ini perlu berhati-hati dalam menerapkan kebijakan tersebut karena dampaknya luas, baik terhadap pelaku ekonomi maupun psikologis masyarakat.
Airlangga: Belum Jadi Agenda Pemerintah
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa redenominasi rupiah belum masuk dalam agenda pembahasan pemerintah dalam waktu dekat.
“Belum kita bahas. Masih terlalu dini untuk itu,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan.
Meski kebijakan redenominasi tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, Airlangga menyebut pelaksanaannya baru akan dikaji lebih lanjut.
Pemerintah juga tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah, yang ditargetkan rampung pada tahun 2027. Langkah ini diproyeksikan sebagai bagian dari reformasi sistem keuangan nasional.
Tujuan dan Manfaat Redenominasi
Kementerian Keuangan dalam dokumen resminya menjelaskan bahwa redenominasi bertujuan menyederhanakan nilai nominal rupiah tanpa mengubah nilai riil.
Sebagai contoh, harga barang senilai Rp1.000 sebelum redenominasi akan menjadi Rp1 setelah kebijakan diterapkan — namun nilai dan daya belinya tetap sama.
Langkah ini diharapkan mampu:
- Menyederhanakan sistem pembayaran dan pencatatan akuntansi,
- Meningkatkan efisiensi ekonomi,
- Membangun persepsi positif terhadap kestabilan rupiah di mata internasional.
Pemerintah menegaskan, redenominasi bukan bentuk devaluasi, melainkan upaya modernisasi sistem keuangan agar rupiah lebih efisien, kredibel, dan mudah digunakan dalam transaksi global.
Penulis: Lestari Wulandari | Editor: Bayu Kurniawan
