KPAI Belum Terima Laporan Resmi Dugaan Bullying di Balik Ledakan SMAN 72 Jakarta
Isu dugaan perundungan atau bullying disebut-sebut menjadi salah satu pemicu insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta. Namun, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan hingga kini belum menerima laporan resmi yang dapat mengonfirmasi hal tersebut.
“Belum ada laporan yang masuk ke KPAI,” ujar Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah usai menjenguk korban di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, Senin (10/11/2025).
Margaret menjelaskan, meskipun beredar berbagai informasi di publik terkait kemungkinan adanya perundungan terhadap terduga pelaku, pihaknya masih menunggu data yang bisa diverifikasi.
“Saya sudah koordinasi dengan pihak kepolisian, dan sejauh ini mereka belum menemukan bukti yang mengarah ke sana. Ada beberapa keterangan dari teman sekolah, tapi kami perlu pendalaman lebih dulu, terutama dari anak terduga pelaku sendiri,” jelasnya.
Fokus KPAI: Pemulihan Anak dan Pengawasan Proaktif
Margaret menegaskan, meski belum ada laporan resmi, KPAI tetap menjalankan fungsi pengawasan secara proaktif. Lembaga tersebut kini berfokus pada pemulihan kondisi fisik dan psikologis para siswa yang terdampak insiden.
“Kami memastikan seluruh anak, baik korban maupun terduga pelaku, mendapatkan pendampingan dan layanan psikologis yang diperlukan,” ujarnya.
Akan Bertindak Jika Terbukti Ada Unsur Perundungan
Terkait kemungkinan adanya praktik bullying, Margaret menegaskan KPAI siap turun tangan jika hasil pendalaman menunjukkan indikasi tersebut.
“Kalau nanti terbukti ada unsur perundungan, tentu kami akan tangani dengan mekanisme seperti kasus-kasus sebelumnya. Tapi kami perlu menunggu hasil penyelidikan lebih dahulu,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa kewenangan penyelidikan sepenuhnya berada di tangan kepolisian. “Motif dan unsur hukum merupakan ranah penyidik. KPAI tidak memiliki kewenangan penyidikan,” imbuhnya.
Meski begitu, Margaret menegaskan hak setiap anak tetap harus dijamin, termasuk bagi terduga pelaku. “Pendampingan psikologis tetap harus diberikan, karena semua anak yang terlibat berhak mendapatkan perlindungan,” tutupnya.
Penulis: Mawar Indah Palupy | Editor: Hardono Christianto Lumbantoruan
